BELAJAR DARI NEGERI TETANGGA
Disadari ataupun tidak prestasi
olahraga baik tingkat lokal maupun nasional dari tahun ke tahun mengalami
penurunan. Banyak faktor yang melatarbelakangi kemunduran prestasi olahraga diantaranya
:1. lemahnya manajemen sistem pembinaan olahraga prestasi; 2. kurangnya koordinasi dan sinergi pembinaan
olahraga prestasi; serta mental para pelaku olahraga di tanah air. Bila kita
menelaah kehidupan kita ada yang namanya hokum sebab akibat. Sebuah prestasi
dalam segala bidang tidak akan muncul begitu saja, namun memerlukan proses yang
mungkin cukup panjang dan melelahkan. Untuk dapat meraih prestasi yang
membanggakan dalam dunia olahraga juga memerlukan proses, dan prestasi olahraga
juga sebagai akibat dari keberhasilan pembangunan olahraga yang tidak hanya
sekejap mata. Kalau pembangunan olahraga itu berhasil tentu saja akan membawa
akibat positif.
Fenomena tersebut diatas, dibeberapa Negara
sudah melakukan dengan banayak hal. Mari kita mengambil contoh Negara tetangga
kita Thailand dan Cina ( Asia dan Asean ). Kedua Negara ini salah satunya
belajar dari Negara kita Indonesia sehingga kita yang dulunya menjadi guru di tahun
1987 sekarang berbalik menjadi murid dari Negara lain.
1.
Negara
Thailand.
THAILAND
adalah salah satu negara Asia Tenggara berpenduduk 67.400 ribu jiwa, dengan 76
provinsi. Negara yang pada awal 1980-an belajar banyak bagaimana membina
olahraga kepada Indonesia, terutama terkait dengan keberhasilan Indonesia pada saat
itu dengan Sekolah Olahraga Ragunan-nya, kini menjadi negara yang sangat
disegani di kawasan Asia Tenggara, Asia, dan bahkan dunia.
Apa yang
dilakukan Thailand setelah belajar dari Indonesia ?
Thailand
membangun Central penciptaan dan pembinaan atlet yaitu sekolah olahraga yang
jumlahnya mencapai 21 sekolah yang tersebar di beberapa propinsi. 3 sekolah
ternama ternama yang menjadikan “icon” sekolah olahraga Thailand adalah
1. Suphanburi Sport School yang berdiri tahun
1986
2. LaluNakhon Ratchasima Sport School 1995
3. Chonburi Sport School yang berdiri pada 1999
1.1 Suphanburi Sport School yang berdiri tahun
1986
Sekolah
olahraga bernama Suphanburi Sport School, boleh dibilang ‘icon’ sekolah
olahraga di Thailand. Sekolah ini membina atletnya sejak berumur 10 tahun atau
kelas IV Sekolah Dasar. Sistem rekrutmennya adalah dengan melakukan koordinasi
dengan masyarakat atau para orang tua siswa, dengan filosofi memberikan
yang terbaik untuk olahraga dan pendidikan yang standar bagi seluruh
siswa sebagai upaya untuk meningkatkan moral, etika yang berkarakter, dan hidup
dalam masyarakat dengan sukacita.
2.2 LaluNakhon Ratchasima Sport School
LaluNakhon Ratchasima Sport School, adalah
sekolah yang terbentuk atas kepedulian Provinsi Nakhon Ratchasima untuk memberikan
kontribusi bagi Thailand. Membina hanya 6 cabang olahraga, dengan jumlah siswa
270-an orang. Membina mulai SMP sampai Perguruan Tinggi. Sekolah ini telah
membuat MOU dengan beberapa Perguruan Tinggi agar para atlet yang berprestasi
mendapat beasiswa dan tetap dalam binaan Nakhon Ratchasima Sport School.
3.3. Chonburi Sport Schoo
Semangat yang
sama juga tercermin pada sekolah olahraga lainnya yakni Chonburi Sport. Konsep
atau system pembinaannya hampir sama dengan sekolah olahraga sejenis, termasuk
Suphanburi Sport School. Memiliki moto menonjol
dalam olahraga, pendidikan yang setara, kehidupan sosial yang populer, dan
menghargai nilai kebijakan. Visinya adalah memberikan fasilitas
yang kondusif untuk menghadirkan atlet yang dapat mewakili Thailand dan
megembangkan standar nilai olahraga.
Persaingan
yang dilakukan oleh sekolah ini hanya semata-mata untuk menciptakan prestasi
terbaik bagi Thailand, bukan atas nama daerah. Walaupun cabang olahraga yang
dibina terbatas, namun tetap dan fokus untuk membina cabang-cabang olahraga
tertentu.Dukungan pemerintah daerah maupun pusat sangat baik karena umpan balik
yang diberikan sekolah juga sangat baik yakni prestasi.
Satu hal
penting lainnya, sebagian besar anggota tim nasional Thailand pada ajang Asia
dan dunia, sumber para atletnya adalah dari sekolah-sekolah olahraga yang ada.
2. Negara
Cina
China telah
mengembangkan pola pembinaan tenis meja terbaik di dunia sejak 1940an. Pada
1950an sampai sekarang menguasai kejuaraan dunia dan kompetisi tingkat
dunia. Pola pembinaan yang diterapkan adalah, perekrutan pemain usia dini
dimulai sejak usia 6 tahun, dengan dukungan dan dorongan orang tua sepenuhnya,
dimasukkan sekolah-sekolah umum dan dari sana dilakukan penggemblengan minat
dan bakat. Selepas itu mereka yang berbakat dimasukkan ke klub. Pola
pembinaan di sini lebih keras dan komprehensif, meliputi latihan fisik,
tehnik dan mental bertanding. Pelatih dan psikolog ataupun minimal pelatih yang
dibekali ilmu psikologi pun tersedia untuk membantu membentuk kharakter pemain.
Pola pembinaan diberlakukan standardisasi, sehingga pola dasar dapat dienyam
masing-masing pemain dengan baik dan benar di seluruh China. Penekanan fisik,
seperti penguatan otot kaki, lengan, gerakan refleks, dan ”body language” telah ditanamkan
sejak awal. Pola standarisasi ini selalu dievaluasi dan disempurnakan setiap
tahun oleh kementrian olahraga.
Akankah
Indonesia kembali berguru ke Negara tetangga ??